Efek Rumah Kaca
( Green House Effect )
A.
Pengertian Efek Rumah Kaca
Istilah
efek rumah kaca dalam bahasa inggris disebut green house efect, pada awalnya
berasal dari pengalaman para petani yang tinggal di daerah beriklim sedang yang
memanfaatkan rumah kaca untuk menanam dan menyimpan sayur mayur dan
bunga-bungaan di musim dingin. Para petani tersebut menggunakan rumah kaca
karena sifat kaca yang mudah menyerap panas dan sulit melepas panas, di dalam
rumah kaca suhunya lebih tinggi dari pada di luar rumah kaca, karena cahaya
matahari yang menembus kaca akan dipantulkan kembali oleh benda-benda di dalam
ruanagn rumah kaca sebagai gelombang panas berupa gelombang sinar infra merah,
tetapi gelombang panas tersebut terperangkap di dalam ruangan rumah kaca dan
tidak bercampur dengan udara dingin di luar ruangan.
Dari situlah
istilah efek rumah kaca muncul, bumi diibaratkan sebagai tanaman, dan kaca
sebagai atmosfer bumi, dimana atmosfer ini befungsi untuk menjaga suhu bumi
agar tetap hangat walaupun di musim dingin.
Peristiwa
alam ini menyebabkan bumi menjadi hangat dan layak ditempati manusia, karena
jika tidak ada ERK maka suhu permukaan bumi akan 33 derajat Celcius lebih
dingin. Gas Rumah Kaca (GRK) seperti CO2 (Karbon dioksida),CH4(Metan) dan N2O
(Nitrous Oksida), HFCs (Hydrofluorocarbons), PFCs (Perfluorocarbons) and SF6
(Sulphur hexafluoride) yang berada di atmosfer dihasilkan dari berbagai
kegiatan manusia terutama yang berhubungan dengan pembakaran bahan bakar fosil
(minyak, gas, dan batubara) seperti pada pembangkitan tenaga listrik, kendaraan
bermotor, AC, komputer, memasak. Selain itu GRK juga dihasilkan dari pembakaran
dan penggundulan hutan serta aktivitas pertanian dan peternakan. GRK yang
dihasilkan dari kegiatan tersebut, seperti karbondioksida, metana, dan
nitroksida, menyebabkan meningkatnya konsentrasi GRK di atmosfer.
Berubahnya
komposisi GRK di atmosfer, yaitu meningkatnya konsentrasi GRK secara global
akibat kegiatan manusia menyebabkan sinar matahari yang dipantulkan kembali
oleh permukaan bumi ke angkasa, sebagian besar terperangkap di dalam bumi
akibat terhambat oleh GRK tadi. Meningkatnya jumlah emisi GRK di atmosfer pada
akhirnya menyebabkan meningkatnya suhu rata-rata permukaan bumi, yang kemudian
dikenal dengan Pemanasan Global.
Sinar
matahari yang tidak terserap permukaan bumi akan dipantulkan kembali dari
permukaan bumi ke angkasa. Setelah dipantulkan kembali berubah menjadi
gelombang panjang yang berupa energi panas. Namun sebagian dari energi panas
tersebut tidak dapat menembus kembali atau lolos keluar ke angkasa, karena
lapisan gas-gas atmosfer sudah terganggu komposisinya. Akibatnya energi panas
yang seharusnya lepas keangkasa (stratosfer) menjadi terpancar kembali ke
permukaan bumi (troposfer) atau adanya energi panas tambahan kembali lagi ke
bumi dalam kurun waktu yang cukup lama, sehingga lebih dari dari kondisi
normal, inilah efek rumah kaca berlebihan karena komposisi lapisan gas rumah
kaca di atmosfer terganggu, akibatnya memicu naiknya suhu rata-rata dipermukaan
bumi maka terjadilah pemanasan global. Karena suhu adalah salah satu parameter
dari iklim dengan begitu berpengaruh pada iklim bumi, terjadilah perubahan
iklim secara global.
Efek
rumah kaca sangat berguna bagi kehidupan di bumi karena gas-gas dalam atmosfer
dapat menyerap gelombang panas dari
sinar matahari menjadikan suhu di bumi tidak terlalu rendah untuk dihuni
makhluk hidup. Seandainya tidak ada gas rumah kaca jadi tidak ada efek rumah
kaca, suhu di bumi rata-rata hanya akan -180 C, suhu yang terlalu rendah bagi
sebagian besar makhluk hidup, termasuk manusia. Tetapi dengan adanya efek rumah
kaca suhu rata-rata di bumi menjadi 330C lebih tinggi , yaitu 150C, suhu ini
sesuai bagi kelangsungan kehidupan makhluk hidup.
Gas Rumah Kaca
Gas
rumah kaca adalah gas-gas yang ada di atmosfer yang menyebabkan efek rumah
kaca. Gas-gas tersebut sebenarnya muncul secara alami di lingkungan, tetapi
dapat juga timbul akibat aktivitas manusia.
Gas
rumah kaca yang paling banyak adalah uap air yang mencapai atmosfer akibat penguapan
air dari laut, danau dan sungai. Karbondioksida adalah gas terbanyak kedua. Ia
timbul dari berbagai proses alami seperti: letusan vulkanik; pernapasan hewan
dan manusia (yang menghirup oksigen dan menghembuskan karbondioksida); dan
pembakaran material organik (seperti tumbuhan).
Karbondioksida
dapat berkurang karena terserap oleh lautan dan diserap tanaman untuk digunakan
dalam proses fotosintesis. Fotosintesis memecah karbondioksida dan melepaskan
oksigen ke atmosfer serta mengambil atom karbonnya.
1.
Uap air
Uap
air adalah gas rumah kaca yang timbul secara alami dan bertanggungjawab
terhadap sebagian besar dari efek rumah kaca. Konsentrasi uap air berfluktuasi
secara regional, dan aktivitas manusia tidak secara langsung mempengaruhi
konsentrasi uap air kecuali pada skala lokal.
Dalam
model iklim, meningkatnya temperatur atmosfer yang disebabkan efek rumah kaca
akibat gas-gas antropogenik akan menyebabkan meningkatnya kandungan uap air di
troposfer, dengan kelembapan relatif yang agak konstan. Meningkatnya
konsentrasi uap air mengakibatkan meningkatnya efek rumah kaca; yang
mengakibatkan meningkatnya temperatur; dan kembali semakin meningkatkan jumlah
uap air di atmosfer. Keadaan ini terus berkelanjutan sampai mencapai titik
ekuilibrium (kesetimbangan). Oleh karena itu, uap air berperan sebagai umpan
balik positif terhadap aksi yang dilakukan manusia yang melepaskan gas-gas
rumah kaca seperti CO2. Perubahan dalam jumlah uap air di udara juga berakibat
secara tidak langsung melalui terbentuknya awan.
2.
Karbondioksida
Manusia
telah meningkatkan jumlah karbondioksida yang dilepas ke atmosfer ketika mereka
membakar bahan bakar fosil, limbah padat, dan kayu untuk menghangatkan
bangunan, menggerakkan kendaraan dan menghasilkan listrik. Pada saat yang sama,
jumlah pepohonan yang mampu menyerap karbondioksida semakin berkurang akibat
perambahan hutan untuk diambil kayunya maupun untuk perluasan lahan pertanian.
Walaupun
lautan dan proses alam lainnya mampu mengurangi karbondioksida di atmosfer,
aktivitas manusia yang melepaskan karbondioksida ke udara jauh lebih cepat dari
kemampuan alam untuk menguranginya. Pada tahun 1750, terdapat 281 molekul
karbondioksida pada satu juta molekul udara (281 ppm). Pada Januari 2007,
konsentrasi karbondioksida telah mencapai 383 ppm (peningkatan 36 persen). Jika
prediksi saat ini benar, pada tahun 2100, karbondioksida akan mencapai
konsentrasi 540 hingga 970 ppm. Estimasi yang lebih tinggi malah memperkirakan
bahwa konsentrasinya akan meningkat tiga kali lipat bila dibandingkan masa
sebelum revolusi industri.
3.
Metana
Metana
yang merupakan komponen utama gas alam juga termasuk gas rumah kaca. Ia
merupakan insulator yang efektif, mampu menangkap panas 20 kali lebih banyak
bila dibandingkan karbondioksida. Metana dilepaskan selama produksi dan
transportasi batu bara, gas alam, dan minyak bumi. Metana juga dihasilkan dari
pembusukan limbah organik di tempat pembuangan sampah (landfill), bahkan dapat
keluarkan oleh hewan-hewan tertentu, terutama sapi, sebagai produk samping dari
pencernaan. Sejak permulaan revolusi industri pada pertengahan 1700-an, jumlah
metana di atmosfer telah meningkat satu setengah kali lipat.
4.
Nitrogen Oksida
Nitrogen
oksida adalah gas insulator panas yang sangat kuat. Ia dihasilkan terutama dari
pembakaran bahan bakar fosil dan oleh lahan pertanian. Ntrogen oksida dapat
menangkap panas 300 kali lebih besar dari karbondioksida. Konsentrasi gas ini
telah meningkat 16 persen bila dibandingkan masa pre-industri.
5.
Gas lainnya
Gas
rumah kaca lainnya dihasilkan dari berbagai proses manufaktur. Campuran
berflourinasi dihasilkan dari peleburan alumunium. Hidrofluorokarbon (HCFC-22)
terbentuk selama manufaktur berbagai produk, termasuk busa untuk insulasi,
perabotan (furniture), dan temoat duduk di kendaraan. Lemari pendingin di
beberapa negara berkembang masih menggunakan klorofluorokarbon (CFC) sebagai
media pendingin yang selain mampu menahan panas atmosfer juga mengurangi
lapisan ozon (lapisan yang melindungi Bumi dari radiasi ultraviolet). Selama
masa abad ke-20, gas-gas ini telah terakumulasi di atmosfer, tetapi sejak 1995,
untuk mengikuti peraturan yang ditetapkan dalam Protokol Montreal tentang
Substansi-substansi yang Menipiskan Lapisan Ozon, konsentrasi gas-gas ini mulai
makin sedikit dilepas ke udara.
Para
ilmuan telah lama mengkhawatirkan tentang gas-gas yang dihasilkan dari proses
manufaktur akan dapat menyebabkan kerusakan lingkungan. Pada tahun 2000, para
ilmuan mengidentifikasi bahan baru yang meningkat secara substansial di
atmosfer. Bahan tersebut adalah trifluorometil sulfur pentafluorida.
Konsentrasi gas ini di atmosfer meningkat dengan sangat cepat, yang walaupun
masih tergolong langka di atmosfer tetapi gas ini mampu menangkap panas jauh
lebih besar dari gas-gas rumah kaca yang telah dikenal sebelumnya. Hingga saat
ini sumber industri penghasil gas ini masih belum teridentifikasi.
B.
Penyebab Efek Rumah Kaca
Efek
rumah kaca disebabkan karena naiknya konsentrasi gas karbondioksida (CO2) dan
gas-gas lainnya (CH4(Metan) dan N2O (Nitrous Oksida), HFCs (Hydrofluorocarbons),
PFCs (Perfluorocarbons) dan SF6 (Sulphur hexafluoride) di atmosfer yang disebut
gas rumah kaca. Kenaikan konsentrasi gas CO2 ini disebabkan oleh kenaikan
pembakaran bahan bakar minyak (BBM), batu bara dan bahan bakar organik lainnya
yang melampaui kemampuan tumbuhan-tumbuhan dan laut untuk mengabsorbsinya.
Gas
rumah kaca dapat dihasilkan baik secara alamiah maupun dari hasil kegiatan
manusia. Namun sebagian besar yang menyebabkan terjadi perubahan komposisi gas
rumah kaca di atmosfer adalah gas-gas buang yang teremisikan keangkasa sebagai
hasil dari aktifitas manusia untuk membangun dalam memenuhi kebutuhan hidupnya
selama ini. Aktifitas-aktifitas yang menghasilkan gas rumah kaca diantarnya
dari kegiatan perindustrian, penyediaan energi listrik, transportasi dan hal
lain yang bersifat membakar suatu bahan. Sedangkan dari peristiwa secara alam
juga menghasilkan/ mengeluarkan gas rumah kaca seperti dari letusan gunung
berapi, rawa-rawa, kebakaran hutan, peternakan hingga kita bernafaspun mengeluarkan
gas rumah kaca. Selain itu aktifitas manusia dalam alih guna lahan juga
mengemisikan gas rumah kaca.
Mekanisme
kerja gas rumah kaca adalah sebagai berikut, lapisan atmosfir yang terdiri
dari, berturut-turut : troposfir, stratosfir, mesosfir dan termosfer: Lapisan
terbawah (troposfir) adalah bagian yang terpenting dalam kasus efek rumah kaca.
Sekitar
35% dari radiasi matahari tidak sampai ke permukaan bumi. Hampir seluruh
radiasi yang bergelombang pendek (sinar alpha, beta dan ultraviolet) diserap
oleh tiga lapisan teratas. Yang lainnya dihamburkan dan dipantulkan kembali ke
ruang angkasa oleh molekul gas, awan dan partikel. Sisanya yang 65% masuk ke
dalam troposfir. Di dalam troposfir ini, 14 % diserap oleh uap air, debu, dan
gas-gas tertentu sehingga hanya sekitar 51% yang sampai ke permukaan bumi. Dari
51% ini, 37% merupakan radiasi langsung dan 14% radiasi difus yang telah
mengalami penghamburan dalam lapisan troposfir oleh molekul gas dan partikel
debu. Radiasi yang diterima bumi, sebagian diserap sebagian dipantulkan.
Radiasi yang diserap dipancarkan kembali dalam bentuk sinar inframerah.
Sinar
inframerah yang dipantulkan bumi kemudian diserap oleh molekul gas yang antara
lain berupa uap air atau H20, CO2, metan (CH4), dan ozon (O3). Sinar panas
inframerah ini terperangkap dalam lapisan troposfir dan oleh karenanya suhu
udara di troposfir dan permukaan bumi menjadi naik, terjadilah efek rumah kaca.
C.
Dampak Efek Rumah Kaca
1.
Terhadap Bumi
•
Iklim tidak
stabil
Para ilmuan
memperkirakan bahwa selama pemanasan global, daerah bagian Utara dari belahan
Bumi Utara (Northern Hemisphere) akan memanas lebih dari daerah-daerah lain di
Bumi. Akibatnya, gunung-gunung es akan mencair dan daratan akan mengecil. Akan
lebih sedikit es yang terapung di perairan Utara tersebut. Daerah-daerah yang
sebelumnya mengalami salju ringan, mungkin tidak akan mengalaminya lagi. Pada
pegunungan di daerah subtropis, bagian yang ditutupi salju akan semakin sedikit
serta akan lebih cepat mencair. Musim tanam akan lebih panjang di beberapa
area. Temperatur pada musim dingin dan malam hari akan cenderung untuk
meningkat. Daerah hangat akan menjadi lebih lembab karena lebih banyak air yang
menguap dari lautan. Para ilmuan belum begitu yakin apakah kelembaban tersebut
malah akan meningkatkan atau menurunkan pemanasan yang lebih jauh lagi. Hal ini
disebabkan karena uap air merupakan gas rumah kaca, sehingga keberadaannya akan
meningkatkan efek insulasi pada atmosfer. Akan tetapi, uap air yang lebih
banyak juga akan membentuk awan yang lebih banyak, sehingga akan memantulkan
cahaya matahari kembali ke angkasa luar, dimana hal ini akan menurunkan proses
pemanasan (lihat siklus air). Kelembaban yang tinggi akan meningkatkan curah
hujan, secara rata-rata, sekitar 1 persen untuk setiap derajat Fahrenheit
pemanasan. (Curah hujan di seluruh dunia telah meningkat sebesar 1 persen dalam
seratus tahun terakhir ini). Badai akan menjadi lebih sering. Selain itu, air
akan lebih cepat menguap dari tanah. Akibatnya beberapa daerah akan menjadi
lebih kering dari sebelumnya. Angin akan bertiup lebih kencang dan mungkin
dengan pola yang berbeda. Topan badai (hurricane) yang memperoleh kekuatannya
dari penguapan air, akan menjadi lebih besar. Berlawanan dengan pemanasan yang
terjadi, beberapa periode yang sangat dingin mungkin akan terjadi. Pola cuaca
menjadi tidak terprediksi dan lebih ekstrim.
•
Suhu Global
Cendrung meningkat.
Orang mungkin
beranggapan bahwa Bumi yang hangat akan menghasilkan lebih banyak makanan dari
sebelumnya, tetapi hal ini sebenarnya tidak sama di beberapa tempat. Bagian
Selatan Kanada, sebagai contoh, mungkin akan mendapat keuntungan dari lebih
tingginya curah hujan dan lebih lamanya masa tanam. Di lain pihak, lahan
pertanian tropis semi kering di beberapa bagian Afrika mungkin tidak dapat
tumbuh. Daerah pertanian gurun yang menggunakan air irigasi dari gunung-gunung
yang jauh dapat menderita jika snowpack (kumpulan salju) musim dingin, yang
berfungsi sebagai reservoir alami, akan mencair sebelum puncak bulan-bulan masa
tanam. Tanaman pangan dan hutan dapat mengalami serangan serangga dan penyakit
yang lebih hebat.
2.
Terhadap Lingkungan
Gangguan
ekologis
Hewan dan
tumbuhan menjadi makhluk hidup yang sulit menghindar dari efek pemanasan ini
karena sebagian besar lahan telah dikuasai manusia. Dalam pemanasan global,
hewan cenderung untuk bermigrasi ke arah kutub atau ke atas pegunungan.
Tumbuhan akan mengubah arah pertumbuhannya, mencari daerah baru karena habitat
lamanya menjadi terlalu hangat. Akan tetapi, pembangunan manusia akan menghalangi
perpindahan ini. Spesies-spesies yang bermigrasi ke utara atau selatan yang
terhalangi oleh kota-kota atau lahan-lahan pertanian mungkin akan mati.
Beberapa tipe spesies yang tidak mampu secara cepat berpindah menuju kutub
mungkin juga akan musnah.
3.
Terhadap Manusia
Dampak Sosial
Perubahan cuaca
dan lautan dapat mengakibatkan munculnya penyakit-penyakit yang berhubungan
dengan panas (heat stroke) dan kematian. Temperatur yang panas juga dapat
menyebabkan gagal panen sehingga akan muncul kelaparan dan malnutrisi.
Perubahan cuaca yang ekstrem dan peningkatan permukaan air laut akibat
mencairnya es di kutub utara dapat menyebabkan penyakit-penyakit yang
berhubungan dengan bencana alam (banjir, badai dan kebakaran) dan kematian
akibat trauma. Timbulnya bencana alam biasanya disertai dengan perpindahan
penduduk ke tempat-tempat pengungsian dimana sering muncul penyakit, seperti:
diare, malnutrisi, defisiensi mikronutrien, trauma psikologis, penyakit kulit,
dan lain-lain. Pergeseran ekosistem dapat memberi dampak pada penyebaran
penyakit melalui air (Waterborne diseases) maupun penyebaran penyakit melalui
vektor (vector-borne diseases). Seperti meningkatnya kejadian Demam Berdarah
karena munculnya ruang (ekosistem) baru untuk nyamuk ini berkembang biak.
Dengan adamya perubahan iklim ini maka ada beberapa spesies vektor penyakit (eq
Aedes Agipty), Virus, bakteri, plasmodium menjadi lebih resisten terhadap obat
tertentu yang target nya adala organisme tersebut. Selain itu bisa diprediksi
kan bahwa ada beberapa spesies yang secara alamiah akan terseleksi ataupun
punah dikarenakan perbuhan ekosistem yang ekstreem ini. hal ini juga akan
berdampak perubahan iklim (Climate change)yang bisa berdampak kepada
peningkatan kasus penyakit tertentu seperti ISPA (kemarau panjang / kebakaran
hutan, DBD Kaitan dengan musim hujan tidak menentu) gradasi lingkungan yang
disebabkan oleh pencemaran limbah pada sungai juga berkontribusi pada
waterborne diseases dan vector-borne disease. Ditambah pula dengan polusi udara
hasil emisi gas-gas pabrik yang tidak terkontrol selanjutnya akan berkontribusi
terhadap penyakit-penyakit saluran pernafasan seperti asma, alergi,
coccidiodomycosis, penyakit jantung dan paru kronis, dan lain-lain.
D.
Solusi
untuk Mengatasi Efek Rumah Kaca
Meningkatnya
emisi gas rumah kaca di lapisan atmosfer bisa jadi akan terus meningkat tanpa
adanya usaha pencegahan atau pengurangan emisi yang harus dilakukan oleh
manusia. Hubungannya dengan pengurangan emisi gas CO2 di atmosfer adalah,
pertama menggunakan bahan bakar alternatif akan bahan bakar minyak atau
penggunaan bahan bakar minyak seefisien mungkin. Kedua, dengan cara pembangunan
berkelanjutan berwawasan lingkungan. Aplikasi pada sektor kehutanan adalah pengelolaan sumber daya hutan yang
berkelanjutan yang berorientasi kepada kelestarian ekosistem.
Untuk
mendapatkan hasil yang optimal terhadap pengurangan emisi gas CO2 pengelolaan
sumber daya hutan harus dilakukan dengan azas demokrasi,transparasi,
partisipasi dan akuntabilitas.
Keberadaan
hutan dan kelestarian vegetasi diaggap
penting dalam mencegah atau mengurangi efek rumah kaca. Hal ini karena hutan
dan vegetasi lain dapat mengambil CO2 dari atmosfer untuk proses fotosintesa
dan melepaskan O2 sebagai salah satu hasil dari proses fotosintesa.
Fotosintesa
mungkin merupakan fungsi yang yang
terpenting dalam ekosistem karena fotosintesa merupakan satu-satunya jalan
masuknya energi matahari kedalam system kehidupan. Lebih lanjut dijelaskan
bahwa hasil dari ekosistem berupa biomassa merupakan bahan makanan bagi
manusia dan makhluk lain, bahan bangunan
atau bahan pakaian. Bahkan fosil dari biomassa tumbuhan dan hewan menjadi bahan
bakar minyak, gas dan batu bara.
Tidak
ada cara lain untuk mengurangi emisi gas rumah kaca kecuali melalui proses
fotosintesa, akan tetapi banyak cara untuk menambah emisi gas rumah kaca. Oleh
sebab itu pembangunan sumber daya hutan dan menambah bentangan hijauan adalah
salah satu solusi untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.
Contoh
nyata upaya penanggulangan efek rumah kaca dalam kehidupan sehari-hari antara
lain :
1.
Mengubah
perilaku setiap orang
Untuk
mencegah terjadinya dampak-dampak dari bahaya efek rumah kaca, tentunya harus
dimulai dari diri sendiri pada setiap orang. Kepedulian setiap individu untuk
melakukan perubahan perilaku pada dirinya akan berdampak bagi generasi penerus
di kemudian hari.
a.
Penggunaan alat listrik
Listrik
tidak sebersih yang dikira, karena letak pembangkit yang jauh, sehingga asap
polusinya tidak kita rasakan. Pembangkit listrik merupakan penyumbang emisi
yang besar karena masih menggunakan bahan bakar fosil untuk prosesnya. Sekitar
27% pembangkit listrik di Jawa-bali menggunakan batubara, batubara sendiri
adalah bahan bakar yang paling kotor karena mengeluarkan emisi paling besar.
Perlu diketahui juga, listrik menyumbang 26 % total emisi yang dihasilkan di
Indonesia.
·
Menghemat
penggunaan Listrik antara pukul 17.00 sampai 22.00.
·
Memadamkan
listrik jika sedang tidak digunakan. Karena pada kondisi stand by, alat elektronik masih mengalirkan
listrik sebesar 5 watt. Kabel dari barang elektronik akan lebih
baik jika dilepas
dari stop kontak bila sudah tidak digunakan
·
Menggunakan
lampu hemat energi (CFL) dan lampu sensor cahaya untuk lampu taman, sehingga
lampu akan hidup dan mati secara otomatis tergantung cahaya matahari.
Memanfaatkan cahaya matahari untuk penerangan di dalam ruangan di pagi dan
siang hari. Selain menghemat listrik juga dapat menurunkan emisi penyebab
pemanasan global
·
Menggunakan
timer agar televisi otomatis mati saat ketiduran.
·
Memakai
alat-alat elektronik dengan cara bijak, sehingga dapat menghemat penggunaan
listrik.
Misalnya
:
Penggunaan komputer dan printer.
Penggunaan komputer dan printer.
- Menunggu beberapa saat setelah CPU menyala untuk menyalakan layar atau monitor. Layar bisa langsung dimatikan setelah mengklik shut down, sehingga tidak perlu menunggu komputer mati terlebih dahulu.
- Menggunakan laptop lebih hemat energi dibandingkan dengan komputer pribadi (PC). Laptop hanya memerlukan daya 60 watt, sementara PC sekitar 200 watt (bahkan lebih).
- Monitor komputer jenis LCD lebih hemat energi jika dibandingkan jenis CRT. Monitor jenis LCD hanya memerlukan listrik sebesar 40 watt, sedangkan jenis CRT memerlukan 120 watt. Saat stand by, monitor LCD hanya menggunakan listrik 3 watt, sedangkan monitor CRT menggunakan 20 watt.
- Mematikan komputer atau laptop saat tidak digunakan. Printer yang sedang tidak digunakan, tetapi kabel selalu terpasang akan menghasilkan emisi sebesar 21 kg CO2 per tahun atau sekitar Rp. 17.000,00 per tahun
Penggunaan setrika.
- Memilih setrika listrik yang menggunakan sistem pengatur panas otomatis.
- Pada saat menyetrika, tingkat panas yang diperlukan lebih baik sesuai dengan bahan pakaiannya.
- Membiasakan menyetrika sekaligus dan menghindari mencabut dan mencolokkan kembali setrika ke sumber listrik.
- Membersihkan bagian bawah setrika dari kerak yang dapat menghambat panas.
- Mematikan setrika ketika selesai digunakan atau bila akan ditinggalkan untuk mengerjakan yang lain
Penggunaan pompa air.
ü Menggunakan
reservoir/tangki penampungair untuk kebutuhan air rumah tangga, jika
tidak, maka menggunakan pompa air untuk mengisi bak atau ember.
ü Menyalakan pompa air bila air di dalam tangki hampir
habis.
ü Menggunakan sistem kontrol otomatis atau pelampung
pemutus arus otomatik pada tangki air yang berfungsi untuk memutus arus listrik
ke pompa air bila air sudah penuh.
ü Menghindari pompa yang sering ‘hidup-mati’ karena
semakin besar juga daya listrik yang dipakai.
ü Memilih jenis pompa air sesuai dengan kebutuhan dan
memiliki tingkat efisiensi yang tinggi.
v Penggunaan charger handphone (HP).
Saat mengisi ulang baterai handphone, hanya 5%
energi listrik yang masuk ke baterai
handphone. Sisanya 95% terbuang percuma. Ini disebabkan teknologi
charger handphone belum hemat energi. Untuk mengurangi pemborosan listrik,
segera mencabut charger, jika
baterai handphone sudah penuh.
v Penggunaan magic jar.
Tidak semestinya membiarkan magic jar menyala selama 24 jam. Mematikan
magic jar setelah nasi atau masakan matang, Menyalakan magic jar hanya pada saat ingin memanaskan
nasi atau masakan.
v Stop kontak.
Melepas kabel dari stop kontak jika sudahtidak
digunakan atau menggunakan stop kontak dengan tombol on/off agar tidak perlu mencabut dan memasang
kabel.
v Proses mencuci.
Enam puluh persen pemborosan energi diasosiasikan
dengan masa selama mencuci dan mengeringkan pakaian. Menggunakan air dingin
untuk mencuci dan membilasnya dan mengeringkan pakaian di jemuran. Hal terebut
dapat menghemat energi. Dengan demikian, kita telah mengurangi emisi karbon
dioksida sampai90%.
b.
Penggunaan
kendaraan bermotor
ü Mengurangi penggunaan kendaraan bermotor.
ü Memperbaiki kualitas kendaraan, melakukan uji emisi
dan merawat kendaraan bermotor dengan baik.
c. Go green
Untuk mengatasi
pengurangan polusi udara pada di atmosfer, maka dapat dilakukan juga penanaman
tanaman. Penanaman tanaman dapat berupa pohon dapat dilakukan di halaman dan
tempat-tempat yang banyak menghasilkan polusi udara, seperti di pinggir-pinggir
jalan. Selain itu juga, melakukan reboisasi pada gunung-gunung yang gundul dan
membuat taman-taman di perkotaan atau biasa disebut dengan taman kota.
d. Pengelolaan sampah
Sampah merupakan
masalah jangka panjang karena sampah akan terus ada. Jika tidak dilakukan
langkah-langkah untuk menanggulangi masalah sampah, maka sampah akan terus
menumpuk di tempat pembuangan sampah akhir. Hal tersebut secara tidak sadar
akan menghasilkan emisi gas CO2 dan CH4, dimana gas-gas tersebut merupakan gas
rumah kaca. Jika sampahsampah tersebut ditimbun terus-menerus, maka konsentrasi
gas CO2 dan CH4 di atmosfer akan
terganggu dan menyebabkan efek rumah kaca semakin berbahaya. Namun, membakar
sampah bukanlah cara untuk mengatasi masalah ini. Karena dengan membakar
sampah, maka akan mengakibatkan polusi udara.
Untuk mengatasi masalah
ini, yang dapat dilakukan adalah :
v Mengurangi penggunaan sampah
ü Membawa kantong plastik dari rumah atau
keranjang belanjaan ketika berbelanja ke pasar.
ü Menggunakan kantong plastik dari daun singkong atau
bahan daur ulang. Karena tas kertas atau plastik sama tidak baiknya. Plastik
yang ramah lingkungan seperti tas plastik dari daun singkong hanya membutuhkan
waktu 6 bulan sampai 5 tahun untuk terurai.
ü Membawa bekal minum kemana ketika bepergian dengan
menggunakan botol minum sendiri.
ü Memilih sabun dan shampoo berukuran besar dan bisa
diisi ulang, selain lebih ekonomis juga dapat mengurangi sampah kemasan.
ü Menghindari penggunaan sedotan dan sumpit sekali
pakai untuk mengurangi sampah.
ü Menghindari menggunakan produk dalam bentuk sachet untuk mengurangi sampah.
ü Mencuci dan menggunakan kembali peralatan makan
sekali pakai untuk acara berikutnya. Jika sudah tidak bisa digunakan, maka bisa
diberikanlah pada pemulung.
ü Memilih teh bubuk, bukan teh celup. Karena teh celup
terbuat dari bahan yang sulit hancur.
ü Menghabiskan makanan dan minuman yang terdapat di
piring dan gelas untuk mengurangi sampah.
v Memisahkan antara sampah organik dengan sampah non
organik.
v Menghemat penggunaan kertas.
Setiap harinya sampah
kertas di seluruh dunia berasal dari 27.000 batang kayu. Pada tahun 2005,
Indonesia mengonsumsi kertas sebanyak 5,6 juta ton. Untuk memenuhi kebutuhan
tersebut dibutuhkan sebanyak 22,4 juta m3 kayu yang diambil dari hutan alam
atau sama dengan menebang hutan seluas 640 ribu hektar per hari. Kegiatan
penebangan dan kebakaran hutan merupakan penyumbang emisi terbesar, yaitu
sekitar 64% dari total emisi di Indonesia. Diantaranya diakibatkan oleh
kegiatan pabrik kertas. (Kementerian Lingkungan Hidup, 1999)
v Mengurangi penggunaan tisu
v Mengurangi konsumsi daging sapi
Dengan banyaknya
masyarakat yang mengonsumsi sapi, maka akan semakin banyak pula sapi di
peternakan sapi. Kotoran sapi menghasilkan emisi NO2 dan pembusukan kotorannya
mengeluarkan gas CH4. Sehingga semakin banyak sapi, maka akan semakin banyak
jumlah kotorannya.
v Mendaur ulang kertsa, plastik, dan logam
Mendaur ulang kertas
bekas untuk dijadikan kertas kembali ataupun kerajinan tangan akan sangat membantu
jumlah sampah kertas. Hal tersebut juga dapat dilakukan untuk sampah plastik
dan logam.
v Membuat kompos
E.
Upaya yang dilakukan Guru terhadap siswa dalam
rangka menyadarkan siswa tentang pentingnya lingkungan.
Memberikan pemahaman dan kemampuan melakukan
aktivitas yang mengekspresikan posisinya sebagai bagian dari lingkungan atau
seorang pengelola lingkungan yang baik. Oleh karena itu, kegiatan
pembelajarannya sebanyak mungkin harus memberikan pengalaman yang nyata dalam
beriteraksi dengan lingkungan. Juga melatih kepekaan siswa terhadap masalh
lingkungan. Setelah siswa dapat mengenali masalah lingkungan, siswa harus
dilatih untuk menyelesaikan masalah tersebut sesuai dengan kemampuan mereka.